Sabtu, 16 September 2017

Hak Tanggungan



Hak Tanggungan
Hak Tanggungan Adalah  :
Tanggungan  merupakan  barang  yang  dijadikan  jaminan  guna  pelunasan  hutang  dari  Debitur.  Pengertian  Hak  Tanggungan  berdasarkan  Pasal  1  angka  1  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  1996  tentang  Hak  Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah
adalah : “ Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan  dengan  tanah,  yang  selanjutnya  disebut  Hak  Tanggungan  adalah  hak  jaminan  yang  dibebankan  pada  hak  atas  tanah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-Undang  Nomor  5  Tahun  1960  tentang  Peraturan  Dasar  Pokok-Pokok  Agraria,  berikut  atau  tidak  berikut  benda-benda  lain  yang  merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,  yang  memberikan  kedudukan  yang  diutamakan  kepada  kreditur  tertentu  kepada kreditur-kreditur lain”.

Unsur-Unsur Nya :
1.       Hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah.
2.       Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah.
3.       Untuk pelunasan hutang tertentu.
4.       Hak preferen sama dengan kedudukan yang diutamakan.

ciri hak tanggungan adalah  :
1.       Memberikan kedudukan yang diutamakan.
2.       selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada (Droit De suit)
3.       Memenuhi asas, spesialitas dan publisitas dapat mengikat pihak ke tiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan
4.       Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, kalau ia didaftarkan.

Selain ciri di atas keistimewaan kedudukan hukum, kreditur pemegang hak tanggungan juga dijamin dengan ketentuan pasal 21 UU No 4 Tahun 1996, apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan failit objek hak tanggungan tidak termasuk ke dalam budel kefailitan pemberi hak tanggungan sebelum kreditur pemegang hak tanggungan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan objek hak tanggungan itu.
Menurut H. Salim H.S., Hak Tanggungan memiliki ciri-ciri sebagai  berikut :
1.       Memberikan  kedudukan  yang  diutamakan  atau  didahulukan  kepada pemegangnya atau  yang dikenal dengan droit de preference;
2.       Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu  berada atau disebut droit de suite. Keistimewaan ini ditegaskan dalam  Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 bahwa walaupun objek hak  tanggungan  sudah  dipindahtangankan  haknya  kepada  pihak  lain, kreditur  pemegang  hak  tanggungan  tetap  masih  berhak  untuk menjualnya melalui pelelangan umum apabila debitur cidera janji;
3.       Memenuhi  asas  spesialitas  dan  publisitas  sehingga  dapat  mengikat pihak  ketiga  dan  memberikan  kepastian  hukum  bagi  pihak  yang berkepentingan;
4.       Mudah  dan  pasti  dalam  pelaksanaan  eksekusinya  atau  memberikan  kemudahan  bagi  kreditur  dalam  pelaksanaan  eksekusi  (H.  Salim  HS,  2005:98).

Dasar Hukum Hak Tanggungan
Sebelum  berlakunya  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  1996 tentang  Hak  Tanggungan,  peraturan  yang  mengatur  tentang  pembebanan  Hak  atas  tanah  adalah  Bab  XXI  Buku  II  KUH  Perdata,  yang  berkaitan  dengan  hyphoteek  dan  creditverband  dalam  Staatsblad  1908-542sebagaimana  telah  diubah  dengan  Staatsblad  1937-190.  Kedua  ketentuan  tersebut  sudah  tidak  berlaku  lagi  karena  tidak  sesuai  dengan  kebutuhan perkreditan di Indonesia.   Hal-hal  yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, adalah :
1.       Ketentuan  Umum  (Pasal  1  sampai  dengan  Pasal  3  Undang-Undang  Nomor 4 Tahun 1996);
2.       Objek  Hak  Tanggungan  (Pasal  4  sampai  dengan  Pasal  7  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
3.       Pemberi  dan  Pemegang  Hak  Tanggungan  (Pasal  8  sampai  dengan  Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
4.       Tata Cara Cara Pemberian, Pendaftaran, Peralihan dan Hapusnya Hak  Tanggungan  (Pasal  10  sampai  dengan  Pasal  19  Undang-Undang  Nomor 4 Tahun 1996);
5.       Eksekusi Hak Tanggungan (Pasal 20 sampai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
6.       Pencoretan  Hak  Tanggungan  (Pasal  22  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun 1996);
7.       Sanksi Administrasi (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
8.       Ketentuan  Peralihan  (Pasal  24  sampai  dengan  Pasal  26  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
9.       Ketentuan Penutup (Pasal 27 sampai dengan Pasal 31 Undang-Undang  Nomor 4 Tahun 1996) (H. Salim HS, 2005:102).

Asas-Asas Hak Tanggungan
H.  Salim  HS  menyebutkan  bahwa  asas-asas  Hak  Tanggungan sebagaimana  tercantum  dalam  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  1996 adalah :
1.       Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak  Tanggungan (Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
2.       Tidak  dapat  dibagi-bagi  (Pasal  2  ayat  (1)  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun 1996);
3.       Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat (2)  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
4.       Dapat  dibebankan  selain  tanah  juga  berikut  benda-benda  lain  yang  berkaitan  dengan  tanah  tersebut  (Pasal  4  ayat  (4)  Undang-Undang  Nomor 4 Tahun 1996);
5.       Dapat  dibebankan  atas  benda  lain  yang  berkaitan  dengan  tanah  yang  baru  akan  ada  di  kemudian  hari  (Pasal  4  ayat  (4)  Undang-Undang  Nomor 4 Tahun 1996);
6.       Sifat  perjanjiannya  adalah  tambahan  (accesoir)  (Pasal  10  ayat  (1),  Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
7.       Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat  (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
8.       Dapat  menjamin  lebih  dari  satu  utang  (Pasal  3  ayat  (2)  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
9.       Mengikuti  objek  dalam  tangan  siapa  pun  objek  itu  berada  (Pasal  7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
10.   Tidak dapat diletakkan sita oleh Pengadilan;
11.   Hanya  dapat  dibebankan  ats  tanah  tertentu  (Pasal  8,  Pasal  11  ayat  (1)  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
12.    Wajib didaftarkan (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);
13.   Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;
14.   Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996) (H. Salim HS, 2005:103).

Subjek dan Objek Hak Tanggungan
1.       Subjek Hak Tanggungan
         Subjek Hak Tanggungan di dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4
         Tahun 1996 adalah :
a.        Pemberi  Hak  Tanggungan,  dapat  perorangan  atau  badan  hukum, yang  mempunyai  kewenangan  untuk  melakukan  perbuatan  hukum  terhadap objek Hak Tanggungan;
b.      Pemegang  Hak  Tanggungan,  terdiri  dari  perorangan  atau  badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.
2.       Objek Hak Tanggungan
         Pada  dasarnya  tidak  setiap  hak  atas  tanah  dapat  dijadikan jaminan  utang,  tetapi  hak  
         atas  tanah  yang  dapat  dijadikan  jaminan harus memenuhi syarat-syarat :
a.       Dapat  dinilai  dengan  uang,  karena  utang  yang  dijamin  berupa uang;
b.      Termasuk  hak  yang  didaftar  dalam  daftar  umum,  karena  harus memenuhi syarat publisitas;
c.       Mempunyai  sifat  dapat  dipindahtangankan,  karena  apabila  cidera  janji  benda  yang  dijadikan  jaminan  utang  akan  dijual  di  muka umum;
d.      Memerlukan  penunjukkan  dengan  undang-undang  (H.  Salim  HS, 2005:103-104).
               
Menurut H. Salim HS, terdapat 5 (lima) jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan, yaitu :
1.       Hak milik.
2.       HGU
3.       HGB
4.       Hak pakai baik yang berasal dari tanah hak milik maupun berasal dari hak atas tanah negara
5.       Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.

Tata Cara tentang pemberian hak tanggungan.
Ada 2 macam yaitu :
1.       Diberikan langsung oleh debitur
        Prosedur pemberian hak tanggungan dengan cara langsung
a.       Didahului janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang merupakan tak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang.
Contoh : Dalam perjanjian pokok yang di sebut hanya hutang piutang tapi dalam
                hal ini ada sedikit disinggung tentang pelunasannya di jamin oleh hak
                tanggungan yang akan ada perjanjiannya tersendiri.
b.      Dilakukan dengan pembuatan akte pemberian hak tanggungan (APHT) yang dibuat oleh PPAT.
c.       Objek Hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi yang telah memenuhi syarat didaftarkan akan tetapi belum dilakukan maka pemberian hak tanggungan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
2.      Diberikan oleh Kuasa
Prosedur Pemberian hak tanggungan dengan cara melalui surat kuasa pembebanan hak tanggungan.
a.       Wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT.
  Yang isinya  :
·         Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada pembebanan hak tanggungan jadi isinya Cuma satu atau semata2 hanya berisi kuasa memasang hak tanggungan.
·         Tidak memuat kuasa substitusi (surat kuasa pengalihan ).
·         Mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah hutang dan nama serta identitas krediturnya apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan.
b.      Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun kecuali kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya.
c.       Surat kuasa pembebanan hak tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar  wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat2nya 1 bulan sesudah diberikan
d.      Surat kuasa membebankan hak tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengna pembuatan APHT selambat2 3 Bulan sesudah diberikan.
Tata Cara Pendaftaran Hak Tanggungan
Pendaftaran  Hak  Tanggungan  diatur  dalam  Pasal  13  sampai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu  :
1.       Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan;
2.       Pejabat  Pembuat  Akta  Tanah  dalam  waktu  7  (tujuh)  hari  setelah ditandatangani  pemberian  hak  tanggungan  wajib  mengirimkan Akta  Pemberian  Hak  Tanggungan  dan  warkah  lainnya  kepada Kantor  Pertanahan  serta  berkas  yang  diperlukan.  Berkas  itu meliputi :
a.       Surat Pengantar dari Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dibuat dalam rangka 2 (dua) dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan;
b.       Surat  permohonan  pendaftaran  hak  tanggungan  dari  penerima hak tanggungan;
c.       Fotocopy  surat  identitas  pemberi  dan  pemegang  hak tanggungan;
d.      Sertifikat  asli  hak  atas  tanah  atau  hak  milik  atas  satuan  rumah susun yang menjadi objek hak tanggungan;
e.      Lembar kedua akta pemberian hak tanggungan;
f.        Salinan  Akta  Pemberian  Hak  Tanggungan  yang  sudah  diparaf oleh  Pejabat  Pembuat  Akta  Tanah  yang  bersangkutan  untuk disahkan Kepala Kantor Pertanahan;
g.       Bukti pelunasan biaya pendaftaran hak tanggungan.
3.       Kantor  Pertanahan  membuatkan  buku  tanah  hak  tanggungan  dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah  yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan;
4.       Tanggal  buku  tanah  hak  tanggungan  adalah  tanggal  hari  ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya, apabila hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya;
5.       Hak  Tanggungan  lahir  pada  hari  tanggal  buku  tanah  hak tanggungan  dibuatkan  (Pasal  13  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun 1996);
6.       Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan (Salim HS, 2005:179-184). 

Ada 2 alasan pembuatan dan penggunaan SKMHT (Surat Keterangan Memegang Hak Tanggungan)
1.  Alasan Subyektif
a. Pemberian hak tanggungan tidak dapat hadir di hadapan Notaris atau PPAT untuk membuat  
     akta hak tanggungan.
b. Prosedur pembebanan hak tanggungan panjang
c. Biayanya Tinggi.
d. Kredit yang diberikan jangka pendek.
e. Kredit yang diberikan tidak besar
f. Debitur sangat Benefit.
2. Alasan Objektif
    a. Sertifikat belum diterbitkan
    b. Balik Nama atas tanah pemberi hak tanggungan belum dilakukan.
    c. Pemenuhan, penggabungan tanah belum selesai dilakukan atas nama pemberi tanggungan.
    d. Roya atau pencoretan belum dilakukan.

Hapusnya hak tanggungan
1.  Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan
2.  Dilepaskan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan
3.  Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua pengadilan negeri
4.  Hapusnya hak atas tana         h yang dibebani hak tanggungan .
Eksekusi Hak tanggungan
Eksekusi  Hak  Tanggungan  dapat  dilakukan  dengan  3  (tiga)  cara, yaitu :
1.      Hak  pemegang  hak  tanggungan  pertama  untuk  menjual  hak  tanggungan  atas  kekuasaan  sendiri  melalui  pelelangan  umum  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun 1996. Hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan  sendiri  merupakan  salah  satu  perwujudan  dari  kedudukanm  diutamakan  yang  dipunyai  oleh  pemegang  hak  tanggungan  atau  pemegang  hak  tanggungan  pertamadalam  hal  terdapat  lebih  dari  pemegang  hak  tanggungan.  Hak  tersebut  didasarkan  pada  janji  yang  diberikan oleh pemberi  hak tanggungan, bahwa  apabila debitur cidera  janji,  pemegang  hak  tanggungan  berhak  untuk  menjual  objek  hak  tanggungan  melalui  pelelangan  umum  tanpa  memerlukan  persetujuan   lagi  pemberi  hak  tanggungan  dan  selanjutnya  mengambil  pelunasan  piutang dari hasil penjualan itu lebih dahulu dari kreditur-kreditur yang  lain.  Sisa  hasil  penjualan  tetap  menjadi  hak  pmberi  hak  tanggungan (Pasal  6  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  1996  tentang  Hak Tanggungan);
2.      Eksekusi  atas  title  eksekutorial  yang  terdapat  pada  Sertifikat  Hak  Tanggungan,  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  Pasal  14  ayat  (2). dicantumkan  pada  Sertifikat  Hak  Tanggungan dimaksudkan  untuk  menegaskan  adanya  kekuatan  eksekutorial  pada  Sertifikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji, siap untuk  dieksekusi  seperti  halnya  suatu  putusan  yang  berkekuatan hukum tetap, melalui tata cara lembaga parate executie sesuai hukum acara perdata;
3.      Eksekusi di bawah tangan, yaitu penjualan objek hak tanggungan yang  dilakukan  oleh  pemberi  hak  tanggungan,  berdasarkan  kesepakatan  dengan pemegang hak tanggungan, jika dengan cara ini akan diperoleh  harga yang tertinggi (H. Salim HS, 2005:190-191).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar